etelah masuknya pengaruh kebudayaan islam
ke wilayah nusantara, banyak bermunculan kerajaan islam di wilayah
nusantara. Begitu juga di pulau jawa banyak kerajaan–kerajaan islam
seperti demak, banten, mataram baru, dll. Salah satu kerajaan islam
tertua di jawa adalah kerajaan demak yang berada di Demak, Jawa Tengah.
Kerajaan demak berdiri pada tahun 1475 M di dirikan oleh raden patah .
kerajaan demak meninggalkan beberapa peninggalan bersejarah yang masih
dapat kita lihat sampai sekarang terutama adalah masjid demak , yang
berdiri pada tahun 1477 dan di bangun oleh wali songo secara
bersama–sama yang mitosnya di bangun hannya pada satu malam.
Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia
disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal
Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan
di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan
Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa ketika
Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah
melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak.
Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah
Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu.
Menurut legenda, masjid ini didirikan oleh Wali Songo secara
bersama-sama dalam tempo satu malam. Babad Demak menunjukkan bahwa
masjid ini didirikan pada tahun 1399 Saka (1477 M) yang ditandai oleh
candrasengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi”, sedang pada gambar bulus
yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun 1401 Saka yang
menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun 1479 M. Bangunan yang terbuat
dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi
berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang
kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali
Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat
daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang,
sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh
melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu
(saka tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya
dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada
zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor), sultan Demak
ke-2 (1518-1521 M) pada tahun 1520.
Gambar: Masjid Agung Demak
Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga memegang peranan yang amat
penting. Wali inilah yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut
riwayat, Sunan Kalijaga juga memperoleh wasiat antakusuma, yaitu sebuah
bungkusan yang konon berisi baju hadiah dari Nabi Muhammad SAW, yang
jatuh dari langit di hadapan para wali yang sedang bermusyawarah di
dalam masjid itu. Memasuki pertengahan abad XVII, ketika kerajaan
Mataram berdiri, pemberontakan pun juga mewarnai perjalanan sejarah
kekuasaan raja Mataram waktu itu.
Sejarah yang sama juga melanda kerajaan Demak. Kekuasaan baru yang
berasal dari masuknya agama Islam ke tanah Jawa. Seorang Bupati putra
dari Brawijaya yang beragama Islam disekitar tahun 1500 bernama Raden
Patah dan berkedudukan di Demak, secara terbuka memutuskan ikatan dari
Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dan atas bantuan daerah-daerah
lain yang telah Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), ia mendirikan
kerajaan Islam yang berpusat di Demak. Namun keberadaan kerajaan Demak
tak pernah sepi dari rongrongan pemberontakan. Dimasa pemerintahan raja
Trenggono, walau berhasil menaklukkan Mataram dan Singasari. Tapi
perlawanan perang dan pemberontakan tetap terjadi di beberapa daerah
yang memiliki basis kuat keyakinan Hindu. Sehingga daerah Pasuruan serta
Panarukan dapat bertahan dan Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali
yang tetap Hindu. Pada tahun 1548 M, raja Trenggono wafat akibat perang
dengan Pasuruan.
Gambar: Wali Songo
Kematian Trenggono menimbulkan perebutan kekuasaan antara adiknya dan
putranya bernama pangeran Prawoto yang bergelar Sunan Prawoto (1549 M).
Sang adik berjuluk pangeran Seda Lepen terbunuh di tepi sungai dan
Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh anak dari pangeran Seda Lepen
yang bernama Arya Panangsang. Tahta Demak dikuasai Arya Penangsang yang
terkenal kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul pemberontakan
dan kekacauan yang datangnya dari kadipaten-kadipaten. Apalagi ketika
adipati Japara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang
mengakibatkan si adik dari adipati japara berjuluk Ratu Kalinyamat
bersama adipati-adipati lainnya melakukan pemberontakan dalam bentuk
gerakan melawan Arya Panangsang. Salah satu dari adipati yang
memberontak itu bernama Hadiwijoyo berjuluk Jaka Tingkir, yaitu putra
dari Kebokenongo sekaligus menantu Trenggono yang masih ada hubungan
darah dengan sang raja. Jaka Tingkir, yang berkuasa di Pajang Boyolali,
dalam peperangan berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan oleh karena itu
ia memindahkan Karaton Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di
Pajang. Dengan demikian, habislah riwayat kerajaan Islam Demak.
B. KEISTIMEWAAN MASJID AGUNG DEMAK
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.
Masjid ini memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan
Islam di tanah air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak
masyarakat memercayai masjid ini sebagai tempat berkumpulnya para wali
penyebar agama Islam, yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo
(Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah,
berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu
Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap
sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan
Kesultanan Demak Bintoro.
Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama
adalah pada tahun 1466 M. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan
Pondok Pesantren Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun
1477 M, masjid ini dibangun kembali sebagai masjid Kadipaten
Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478 M, ketika Raden Patah diangkat
sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan tiga
trap. Raden Fatah bersama Walisongo memimpin proses pembangunan masjid
ini dengan dibantu masyarakat sekitar. Para wali saling membagi
tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali menggarap soko guru yang
menjadi tiang utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali yang secara
khusus memimpin pembuatan soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang
memimpin membuat soko guru di bagian barat laut; Sunan Kalijaga membuat
soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel membuat soko guru di
bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru di sebelah
barat daya.
Gambar : Masjid Agung Demak
Luas keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m
2.
Di samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran
31 x 15 m dengan panjang keliling 35 x 2,35 m; bedug dengan ukuran
3,5 x 2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3 m. Serambi masjid
berbentuk bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang dengan 128
soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga
utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang
penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16
buah.
Masjid ini memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara.
Masjid ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga
sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur
Tengah yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap
limas bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman
perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman,
Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu
yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna
rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini
memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu
percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya,
kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadha-qadar-Nya.
Bentuk bangunan masjid banyak menggunakan bahan dari kayu. Dengan bahan
ini, pembuatan bentuk bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih
mudah. Interior bagian dalam masjid juga menggunakan bahan dari kayu
dengan ukir-ukiran yang begitu indah. Dan ada satu keistimewahan satu
buah tiang yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun
dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal).
Bentuk bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreatifitas
masyarakat pada saat itu.
Disamping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur lokal ketika itu,
kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu) juga
mempengaruhi proses pembangunan masjid. Arsitektur bangunan lokal yang
berkembang pada saat itu, seperti joglo, memaksimalkan bentuk limas
dengan ragam variasinya.
Masjid Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun
yang luas. Secara umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak
kemiripannya, yaitu suatu bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid,
keraton, dan alun-alun yang berada di tengahnya. Pembangunan model ini
diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak
ini berada di sebelah selatan Masjid Agung dan alun-alun.
C. LETAK DAN STRUKTUR BANGUNAN MASJID AGUNG DEMAK
Masjid Agung Demaki terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Lokasi
Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak ±26 km dari Kota Semarang,
±25 km dari Kabupaten Kudus, dan ±35 km dari Kabupaten Jepara. Masjid
ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali)
penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran
agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri
masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari
Kesultanan Demak. Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat
beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga
terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat
berdirinya Masjid Agung Demak.
Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro
Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun
arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah,
karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan
sebagai tempat peribadatan dan ziarah. Penampilan atap limas piramida
masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ;
(1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat "Pintu
Bledeg", bertuliskan "Condro Sengkolo", yang berbunyi Nogo Mulat Saliro
Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Prasasti Bulus
Raden
Patah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang
karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan
Condro Sengkolo Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang
bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti
angka 1 (satu), kaki 4 berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti
angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Bisa disimpulkan,
Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
Soko Majapahit
Soko
Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid.
Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini
diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di
Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.
Pawestren
Merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jamaah wanita. Dibuat
menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa
sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang
penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit. Luas
lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini
dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan
motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.
Surya Majapahit
Merupakan
gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa Majapahit. Para ahli
purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan Majapahit.
Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 Saka, atau
1479 M.
Maksurah
Merupakan
artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai
estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang
dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang
intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah
menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak
dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.
Pintu Bledheg
Pintu
yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki
Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti "Condro
Sengkolo" yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka
atau 1466 M, atau 887 H.
1.Ornamen Pintu Bledeg dilihat dari contour
Terdiri dari beberapa bagian yaitu motif tumpal, mahkota, kepala naga,
jambangan, bunga tumbuhan, lung dan camara. Dalam ornamen tersebut
terdapat beberapa motif yang berasal dari Majapahit, yaitu pada motif
tumpal dan pemakaian lambang Surya Majapahit yang distilir menjadi mata
naga. Susunan lung (kalpalata) dan jambangan mempunyai kesamaan dengan
hasil seni ornamen Jawa-Budha abad VIII. Warna yang digunakan merah,
hijau, dan putih.
2.Ornamen tersebut dilihat dari content
Motif tumpal simbol hubungan manusia dengan Allah SWT, motif mahkota
simbol Al-Wahid, motif kepala naga simbol kekuatan dalam berdakwah
Islam, motif jambangan simbol agama Islam, dan motif bunga tumbuhan
simbol kesuburan ajaran Islam, sedangkan warna merah, biru dan putih
simbol keselamatan dari Allah SWT.
3.Ornamen tersebut dilihat dari context
Mengangkat mitos Ki Ageng Selo sewaktu menangkap dan menahlukkan
halilintar atau petir (Jawa: bledeg). Mitos ini divisualisasikan kedalam
ornamen simbolis dan dijadikan sebagai media dakwah Islam yang
dilakukan Walisanga.
Kesimpulannya, nilai-nilai Islam yang terkandung dalam ornamen Pintu
Bledeg disimbolkan kedalam warna dan motif-motif ornamen simbolis.
Simbol-simbol tersebut adalah simbol konstitutif yaitu simbol-simbol
yang terbentuk sebagai kepercayaan-kepercayaan dan merupakan inti dari
agama Islam.
Mihrab
Adalah tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang
merupakan prasasti "Condro Sengkolo". Prasasti ini memiliki arti "Sariro
Sunyi Kiblating Gusti", bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil
perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk
khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar Kencono
warisan dari Majapahit.
Dampar Kencana
Benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV, sebagai
hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya
ke V Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden
Trenggono 1521–1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan
masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.
Soko Tatal / Soko Guru
Merupakan
tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga yang
berjumlah 4. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi
tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin.
Yang berada di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya
Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang
berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan
tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.
Situs Kolam Wudlu
Situs
ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai
tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di
tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi.
Menara
Bangunan
sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan
konstruksi baja sekaligus menjawab tuntutan modernisasi abad XX.
Pembangunan menara diprakarsai para ulama, seperti KH.Abdurrohman
(Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh Taslim, H.Aboebakar,
dan H.Moechsin.
Description: masjid agung demak, masjid demak, demak