Minggu, 07 Oktober 2012

islam in the mak

SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN DEMAK
Sekitar akhir abad ke-15 kerajaan Majapahit mulai mengalami masa-masa keruntuhannya, beberapa daerah melepaskan diri dari Majapahit, termasuk yang dilakukan salah satu adipatinya yang bernama raden Patah. Dia adalah adipati Demak keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit yang melakukan perlawanan terhadap kerajaan Majapahit dan kemudian dengan dibantu beberapa daerah-daerah lainnya di Jawa Timur yang sudah Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik mendirikan kerajaan Islam Demak.
Menurut cerita Raden Patah bahkan sampai berhasil merobohkan majapahit dan kemudian memindahkan semua alat upacara kerajaan dan pusaka Majapahit ke Demak, sebagai lambang dari tetap berlangsungnya kerajaan kesatuan Majapahit itu tetapi dalam bentuk baru di Demak[1].
Banyak versi tentang tahun berdirinya kerajaan Demak, menurut Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara Negara Islam di Nusantara. Disebutkan bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 setahun sebelum berdirinya masjid Agung Demak namun kebanyakan sejarawan berpendapat bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1500, para sejarawan ini beranggapan bahwa ada rentang waktu 21 tahun semenjak didirikannya Masjid Demak untuk membangun fondasi kemasyarakatan dan menyusun kekuatan di Demak dan dalam makalah ini kami mengambil pendapat yang kedua.
Berdirinya kerajaan Demak merupakan klimaks dari perjuangan Wali Songo dalam menyebarkan Islam, didalam Babad Demak diceritakan bahwa sebelum kerajaan Demak berdiri di daerah Glagahwangipada, tepatnya pada tahun 1479 Masehi telah didirikan Masjid Agung Demak, yang proses pembangunannya melibatkan Walisongo, Masjid ini kemudian berperan sebagai jantung penyebaran islam dan penanaman akidah Islam bagi masyarakat Demak, sekaligus sebagai fondasi awal bagi berdirinya kerajaan Demak.
Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Menurut Mohammad Ali (1963), dalam bukunya “Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara”, menarik untuk dilihat. Dalam menguraikan terjadinya Kerajaan Demak, Moh. Ali menulis bahwa pada suatu peristiwa Raden Patah diperintahkan oleh gurunya, Sunan Ampel dari Surabaya, agar merantau ke barat dan bermukim di sebuah tempat yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi. Tanaman gelagah yang rimbun tentu hanya subur di daerah rawa-rawa. Dalam perantauannya itu, Raden Patah sampailah ke daerah rawa di tepi selatan Pulau Muryo (Muria), yaitu suatu kawasan rawa-rawa besar yang menutup laut atau lebih tepat sebuah selat yang memisahkan Pulau Muryo dengan daratan Jawa Tengah. Di situlah ditemukan gelagah wangi dan rawa; kemudian tempat tersebut dinamai Raden Patah sebagai “Demak”.
II.1 Raja-Raja Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan yang menjadi Basis kekuatan Utama dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa dan sekitarnya baik dari segi Militer maupun pendidikan, kebesaran Demak tak bisa dilepaskan dari kepemimpinan Raja-Rajanya, begitu pula kehancurannya yang diakibatkan perebutan kekuasaan para penerus kekuasaan, selama berdirinya kerajaan Demak dipimpin oleh empat Raja sebelum dipindahkan oleh Jaka Tingkir ke Pajang. Raja-raja tersebut adalah:
ü                      Raden Patah (1500-1518)
Raden Patah merupakan Anak raja Majapahit Brawijaya V dari seorang perempuan campa, dikenal juga dengan nama Jin  Bun. Saat sebelum memberontak kepada Majapahit, Jin Bun atau Raden Patah adalah Bupati yang ditempatkan di Demak atau Bintoro. Beliau adalah pendirii kerajaan Demak dan murid Sunan Ampel yang menjadi raja pertama dengan bergelar Sultan Syah Ngalam Akbar Al-Fattah. Raden Patah memiliki tiga orang putra, yaitu Pati Unus, Pangeran Trenggono, dan Pangeran Sekar Ing Seda Lepen, serta bermenantukan Fatahillah. Raden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh anaknya Pati Unus.
ü                      Pati Unus/Pangeran Sabrang Lor (1518-1521)
Beliau merupakan Anak dari raden patah dan kakak dari Sultan Trenggono. Berkuasa selama 3 tahun dari tahun 1518-1521. Pada tahun 1518 dibawah komandonya kerajaan Demak menyerang Malaka yang dikuasai Portugis sehingga beliau dijuluki Pangeran Sabrang Lor, walaupun serangan tersebut gagal namun eksistensi kerajaan Demak mulai diperhitungkan. Upaya menghalau Portugis terus dilakukan dibawah komando beliau yaitu dengan melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan. Setelah serangkaian percobaan dalam menghalau tentara Portugis akhirnya pada tahun 1521 Pangeran Sabrang Lor meninggal dunia tanpa keturunan.
ü                      Sultan Trenggono (1521-1546)
Beliau adalah putra dari Raden Patah dan adik dari Adipati Unus. Naik tahta setelah bersama anaknya, Sunan Prawoto menyingkirkan Raden Kikin (pangeran Sekar Ing Sedo Lepen) saudara tirinya. Bersama menantunya, Fatahillah mengirimkan pasukan untuk menaklukan Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527 dan berhasil meghalau Portugis dari Sunda Kelapa. Beliau menyerang Blambangan pada tahun 1546 dan beliau meninggal di Pasuruan sebelum berhasil menakhlukan Blambangan. Pada masa kepemimpinannya dianggap sebagai masa keemasan kerajaan Demak karena memiliki daerah yang luas mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur dan meluaskan pengaruh sampai Kalimantan dan Sumatera.
ü                      Raden Mukmin / Sunan Prawoto (1546-1549)
Raden Mukmin adalah putra sulung Sultan Trenggono dan turut membantu ayahnya naik tahta menyingkirkan pangeran Sekar Ing Seda Lepen. Beliau naik tahta setelah menyingkirkan Raden Kikin, beliau Memimpin antara tahun 1546-1549 dan memindahkan ibu kota dari Bintoro ke bukit Prawoto sehingga ia dijuluki Sunan Prawoto. Raden Mukmin sangat berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan pulau Jawa namun beliau kurang ahli dalam berpolitik dan lebih suka hidup sebagai ulama suci dari pada sebagai raja. Menurut Kitab Babad Tanah Jawi ia dibunuh oleh Rangkud anak buah Arya Penangsang. Sunan Prawoto tewas meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Arya Pangiri, yang kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat dari Jepara. Setelah dewasa, Arya Pangiri menjadi menantu Sultan Hadiwijaya Raja Pajang, dan diangkat sebagai Bupati Demak. 





Masjid Agung Demak

Oleh
Setelah masuknya pengaruh kebudayaan islam ke wilayah nusantara, banyak bermunculan kerajaan islam di wilayah nusantara. Begitu juga di pulau jawa banyak kerajaan–kerajaan islam seperti demak, banten, mataram baru, dll. Salah satu kerajaan islam tertua di jawa adalah kerajaan demak yang berada di Demak, Jawa Tengah. Kerajaan demak berdiri pada tahun 1475 M di dirikan oleh raden patah . kerajaan demak meninggalkan beberapa peninggalan bersejarah yang masih dapat kita lihat sampai sekarang terutama adalah masjid demak , yang berdiri pada tahun 1477 dan di bangun oleh wali songo secara bersama–sama yang mitosnya di bangun hannya pada satu malam.

Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa ketika Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak. Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu.

A. SEJARAH MASJID DEMAK
Menurut legenda, masjid ini didirikan oleh Wali Songo secara bersama-sama dalam tempo satu malam. Babad Demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun 1399 Saka (1477 M) yang ditandai oleh candrasengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi”, sedang pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun 1401 Saka yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun 1479 M. Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor), sultan Demak ke-2 (1518-1521 M) pada tahun 1520.


masjid agung demak
Gambar: Masjid Agung Demak


Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga memegang peranan yang amat penting. Wali inilah yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat, Sunan Kalijaga juga memperoleh wasiat antakusuma, yaitu sebuah bungkusan yang konon berisi baju hadiah dari Nabi Muhammad SAW, yang jatuh dari langit di hadapan para wali yang sedang bermusyawarah di dalam masjid itu. Memasuki pertengahan abad XVII, ketika kerajaan Mataram berdiri, pemberontakan pun juga mewarnai perjalanan sejarah kekuasaan raja Mataram waktu itu.

Sejarah yang sama juga melanda kerajaan Demak. Kekuasaan baru yang berasal dari masuknya agama Islam ke tanah Jawa. Seorang Bupati putra dari Brawijaya yang beragama Islam disekitar tahun 1500 bernama Raden Patah dan berkedudukan di Demak, secara terbuka memutuskan ikatan dari Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dan atas bantuan daerah-daerah lain yang telah Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), ia mendirikan kerajaan Islam yang berpusat di Demak. Namun keberadaan kerajaan Demak tak pernah sepi dari rongrongan pemberontakan. Dimasa pemerintahan raja Trenggono, walau berhasil menaklukkan Mataram dan Singasari. Tapi perlawanan perang dan pemberontakan tetap terjadi di beberapa daerah yang memiliki basis kuat keyakinan Hindu. Sehingga daerah Pasuruan serta Panarukan dapat bertahan dan Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali yang tetap Hindu. Pada tahun 1548 M, raja Trenggono wafat akibat perang dengan Pasuruan.

wali songo
Gambar: Wali Songo


Kematian Trenggono menimbulkan perebutan kekuasaan antara adiknya dan putranya bernama pangeran Prawoto yang bergelar Sunan Prawoto (1549 M). Sang adik berjuluk pangeran Seda Lepen terbunuh di tepi sungai dan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh anak dari pangeran Seda Lepen yang bernama Arya Panangsang. Tahta Demak dikuasai Arya Penangsang yang terkenal kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul pemberontakan dan kekacauan yang datangnya dari kadipaten-kadipaten. Apalagi ketika adipati Japara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan si adik dari adipati japara berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya melakukan pemberontakan dalam bentuk gerakan melawan Arya Panangsang. Salah satu dari adipati yang memberontak itu bernama Hadiwijoyo berjuluk Jaka Tingkir, yaitu putra dari Kebokenongo sekaligus menantu Trenggono yang masih ada hubungan darah dengan sang raja. Jaka Tingkir, yang berkuasa di Pajang Boyolali, dalam peperangan berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan oleh karena itu ia memindahkan Karaton Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di Pajang. Dengan demikian, habislah riwayat kerajaan Islam Demak.


B. KEISTIMEWAAN MASJID AGUNG DEMAK
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat memercayai masjid ini sebagai tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan Kesultanan Demak Bintoro.

Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada tahun 1466 M. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477 M, masjid ini dibangun kembali sebagai masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478 M, ketika Raden Patah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan tiga trap. Raden Fatah bersama Walisongo memimpin proses pembangunan masjid ini dengan dibantu masyarakat sekitar. Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali menggarap soko guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru di bagian barat laut; Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru di sebelah barat daya.

masjid agung demak
Gambar : Masjid Agung Demak


Luas keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15 m dengan panjang keliling 35 x 2,35 m; bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3 m. Serambi masjid berbentuk bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.

Masjid ini memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadha-qadar-Nya.

Bentuk bangunan masjid banyak menggunakan bahan dari kayu. Dengan bahan ini, pembuatan bentuk bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah. Interior bagian dalam masjid juga menggunakan bahan dari kayu dengan ukir-ukiran yang begitu indah. Dan ada satu keistimewahan satu buah tiang yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal). Bentuk bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreatifitas masyarakat pada saat itu.

Disamping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur lokal ketika itu, kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu) juga mempengaruhi proses pembangunan masjid. Arsitektur bangunan lokal yang berkembang pada saat itu, seperti joglo, memaksimalkan bentuk limas dengan ragam variasinya.

Masjid Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas. Secara umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya, yaitu suatu bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan alun-alun yang berada di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah selatan Masjid Agung dan alun-alun.


C. LETAK DAN STRUKTUR BANGUNAN MASJID AGUNG DEMAK
Masjid Agung Demaki terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak ±26 km dari Kota Semarang, ±25 km dari Kabupaten Kudus, dan ±35 km dari Kabupaten Jepara. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak. Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah. Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat "Pintu Bledeg", bertuliskan "Condro Sengkolo", yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Prasasti Bulus
prasasti bulus
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1 (satu), kaki 4 berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.

Soko Majapahit
soko majapahit
Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.








Pawestren
Merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jamaah wanita. Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit. Luas lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.

Surya Majapahit
surya majapahit
Merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa Majapahit. Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 Saka, atau 1479 M.







Maksurah
maksurah masjid demak
Merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.

Pintu Bledheg
pintu bledheg masjid demak
Pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti "Condro Sengkolo" yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

1.Ornamen Pintu Bledeg dilihat dari contour
Terdiri dari beberapa bagian yaitu motif tumpal, mahkota, kepala naga, jambangan, bunga tumbuhan, lung dan camara. Dalam ornamen tersebut terdapat beberapa motif yang berasal dari Majapahit, yaitu pada motif tumpal dan pemakaian lambang Surya Majapahit yang distilir menjadi mata naga. Susunan lung (kalpalata) dan jambangan mempunyai kesamaan dengan hasil seni ornamen Jawa-Budha abad VIII. Warna yang digunakan merah, hijau, dan putih.

2.Ornamen tersebut dilihat dari content
Motif tumpal simbol hubungan manusia dengan Allah SWT, motif mahkota simbol Al-Wahid, motif kepala naga simbol kekuatan dalam berdakwah Islam, motif jambangan simbol agama Islam, dan motif bunga tumbuhan simbol kesuburan ajaran Islam, sedangkan warna merah, biru dan putih simbol keselamatan dari Allah SWT.

3.Ornamen tersebut dilihat dari context
Mengangkat mitos Ki Ageng Selo sewaktu menangkap dan menahlukkan halilintar atau petir (Jawa: bledeg). Mitos ini divisualisasikan kedalam ornamen simbolis dan dijadikan sebagai media dakwah Islam yang dilakukan Walisanga.

Kesimpulannya, nilai-nilai Islam yang terkandung dalam ornamen Pintu Bledeg disimbolkan kedalam warna dan motif-motif ornamen simbolis. Simbol-simbol tersebut adalah simbol konstitutif yaitu simbol-simbol yang terbentuk sebagai kepercayaan-kepercayaan dan merupakan inti dari agama Islam.


Mihrab
Adalah tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti "Condro Sengkolo". Prasasti ini memiliki arti "Sariro Sunyi Kiblating Gusti", bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar Kencono warisan dari Majapahit.

Dampar Kencana
Benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV, sebagai hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya ke V Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden Trenggono 1521–1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.

Soko Tatal / Soko Guru
soko tatal
Merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga yang berjumlah 4. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Yang berada di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.

Situs Kolam Wudlu
situs kolam wudlu
Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi.






Menara
menara masjid demak
Bangunan sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan konstruksi baja sekaligus menjawab tuntutan modernisasi abad XX. Pembangunan menara diprakarsai para ulama, seperti KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin.








Description: masjid agung demak, masjid demak, demak

Reviewer: Ivan Sujatmoko - ItemReviewed: Masjid Agung Demak
Rating: 4.5
Materi:














Arsip Sejarah

buka | tutup

Seberkas Catatan Perjalanan

0 komentar:

Posting Komentar