Selasa, 03 Mei 2011

Kampung paUL


Aku tak menyangka, kau menjengukku di kampung pengasinganku ( kompasiana), jujur ! aku jengah dengan  huru-hara yang meramaikan kota (facebook) karena aku tak menemukanmu, mungkin bahasaku kampungan hingga haha hihi sapaku dienyahkan masa. kota bukan rumahku, terlalu ramai untuk mengorasikan sepi dan sendiriku.
Guratan malam semakin nyata di kampungku, bintangpun mulai berpesta meramaikan malam dan aku masih berusaha memetakan rumahku di kampung baruku, menyapa tetangga untuk melegitimasi keberadaanku di kampung ini. Tiap pintu kuketuk untuk sekedar berkunjung tanpa peduli siapa tuan rumahnya, dan kulihat di ujung jalan  rumah yang hampir kulewatkan, kuketuk pintu rumahnya yang disana terpampang jelas sapaan untuk kampung ini " permisi kompasiana", seperti biasa aku tak peduli tuan rumah ini, namun sebelum aku pulang sekelebat bayangan membuatku penasaran, ya ! aku rasa aku kenal pemilik kelebatan bayangan ini, lambat-lambat kupastikan dengan seksama,,
Itu dia  !  " paUL-ku ", dia yang buatku tak pernah bermimpi dan buta, dia yang buatku merasa tak lagi membutuhkan kompas ketika di dekatnya, dia yang telah menghipnotis kesadaranku untuk tidak menjadi diri sendiri, dia yang membenci perwajahan ambiguku dan perawakan spionasisku.
Bersamanya, mimpiku hanya satu  "menjadi dirinya(paUL)"..namun tak kunjung aku bisa menjadi dirinya, menjelma seperti jelmaannya, dia terlalu sempurna untuk ku anut, tapi aku tak lelah untuk terus mengejar bayangannya, untuk merengkuh jejaknya, aku ingin menjadi bayangannya, aku ingin menjadi jelmaannya
Akhirnya, waktu menjawab kelinglunganku akan dirinya, aku harus pergi menjauh, menjauh dari bayangannya yang semakin lama membuatku menggila, jarak yang memisahkanku dengan bayangannya tak menjadi kendala karena dia masih meneriakkan dan mengobarkan semangatku, aku tergopoh-gopoh jatuh bangun di negeri baruku dengan satu mimpi, menjadi dirinya (paUL) namun hasilnya masih nihil, aku malah terjerembap dan terpuruk, bayangankupun semakin menjauh dari bayangannya, dan saat itulah aku tahu aku bukan dia, aku berbeda dengannya, aku tak memiliki apa yang dia miliki, dan dia tak memiliki apa yang aku miliki.
Sekarang dia bukan bayangan yang aku inginkan seperti dulu, dia cermin bagiku, cermin yang selalu memantulkan semangat yang membakarku tanpa membayangi mimpiku, dan tanpa hipnotisnya yang buatku linglung untuk mencari jati diriku.
Terimakasih untuknya yang selalu mengulum senyum untuk menguatkanku, dan dalam rumahku ku sisakan sepetak tanah untuk disinggahinya " kampung paUL"


0 komentar:

Posting Komentar