Selasa, 03 Mei 2011

Konvoi Gerimis


Matahari yang menggelinjang di awal musim panas tak berkutik dibuai mendung disiang ini. Sorotnya mulai pudar, pendaran cahayanya beringsut menyingsing mengenyahkan takdirnya
Kehidupan seperti baru dimulai,
Gerimis menghuyung datang, menuai rindu gurun yang terus mengepulkan panas, bocah-bocah berlarian mengejar konvoi gerimis, tumpah ruah menari, berjingkrak-jingkrak, di bawah langit yang semakin memucat.

Gerimis mengundang, akupun berlari ke loteng, tak ingin ketinggalan momen ajaib ini, ku bentangkan tanganku, ku tengadahkan wajahku, dan senyumku mulai berpendar seiring kerinduan hati yang melejit-lejit.
Satu rasa yang selalu kutunggu…HUJAN !
Kerinduan hati yang melejit-lejit bak aliran listrik mulai konslet dan mendingin dengan gerimis, terpaan angin juga ikut  mengusung kesejukan hatiku, namun mataku nanar menahan air mataku yang tak mau kalah saing denga gerimis, gerimis membuai khayalku akannya, akannya yang tak mungkin menemaniku menikmati kopi lagi, dan akannya yang meninggalkanku sendiri menunggu gerimis
Khayalku semakin menelisik lorong-lorong kusam, mencari pecahan mozaik yang dulu sempat tercecer, pelan-pelan hatikupun diuntit kesenduan arakan mendung
 Tentang dia yang tertegun menyimak cerita pawang hujan dari negeriku, tentang dia yang menghayalkan upacara permintaan panas orang-orang tionghoa di desaku, tentang dia yang tak habis pikir akan keragaman budaya negeriku.
Letupan-letupan gaung masalaluku menggema di seantero khayalku,
Dan ?
dengar lirih hatiku berbisik :
akan sensasi ciamik sekala terendah yang pernah mengisakan gundah gulana,
menghasilkan momentum sensasi desahan sang ratu dengan kesempurnaan akselerasi dentumannya

suaranya yang parau,

mendesah,
mendesir,
berdesing,
berdenging,
mendesau

dan,
menghilang bersama sepinya


0 komentar:

Posting Komentar