Selasa, 03 Mei 2011

“Toko Mukhlis & Renes”


Mengamati kedua toko ini laiknya mendapati saudara kembar tetapi tidak sama. Dibutuhkan pengetahuan sederhana sejarah singkat perjalanan kedua toko ini untuk sampai pada pembicaraan kedua toko hingga seperti sekarang ini. Jangan buru-buru berkesimpulan “mukhlis & renes” sebagai potret kesuksesan pegiat usaha lokal yang menjadi tuan di daerah sendiri berbangunan besar menjelma raja tega tidak ubahnya toko-toko ritel impor serba “mart”. Sebaliknya, mereka tidak lebih dari toko kelontong dengan omzet jauh dari efek jutawan saling bertetangga dan berlokasi di daerah pinggiran kecamatan.
Renes terlebih dahulu ada. Dirintis dari nol dengan modal ala kadarnya lebih merupakan wujud tekad besar seoarang pasangan muda yang tidak lama selesai mengikat janji setia dalam pernikahan. Berdiri tepat di depan madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) dan berseberangan dengan madrasah Aliyah (setingkat SMU) toko renes mengawali usaha dengan bangunan biasa-biasa saja mengambil tempat menyatu dengan rumah di bagian depan. Materi jualannya pun tidak banyak pilihan didominasi perlengakapan kebutuhan siswa-siswi sekolah dan beberapa kebutuhan pokok. Terhitung, butuh belasan tahun bagi renes untuk merubah penampilannya menjadi lumayan meyakinkan seperti sekarang.
Lain halnya dengan toko mukhlis. Dalam sekejap kita akan menangkap kesan nama toko yang lebih identik dengan nama orang. Benar adanya, nama mukhlis memang sengaja diambilkan dari nama pemiliknya, Pak Mukhlis yang juga guru Bahasa Indonesia saya sewaktu masih di MI (setingkat SD). Toko mukhlis lahir sekitar awal milenium ke-dua. Tidak jauh berbeda dengan toko renes, toko ini berposisi cukup strategis dengan menempati lahan berseberangan dengan MI dan tepat berada di pinggir tiga persimpangan dekat masjid kecamatan. Dengan materi jualan yang hampir persis toko renes, toko yang pemiliknya datang dari kabupaten sebelah ini tidak memerlukan waktu belasan tahun untuk berubah menjadi seperti renes yang sekarang, bahkan melebihi renes.
Indahnya, kedua toko ini sama-sama bersaing dalam kerukunan. Tidak sekalipun terdeteksi aroma permusuhan antarkeduanya. Kedua toko ini memang telah sama-sama menikmati masa tuaian panen selepas masa-masa sulit pekat perjuangan. Fakta menarik tentang keduanya datang dari Mbak saya sekaligus sebagai pemilik toko renes beberapa tahun lalu. Terutama terkait rahasia model pengambilan keuntungan antara keduanya. Dengan asumsi letak strategis dan kontur serta pola marketing yang mirip, toko mukhlis sedikit lebih luas dan semakin meriah. Terkuak, toko mukhlis lebih berani bertaruh dengan membanting harga cukup miring. Artinya, keuntungan toko mukhlis tidak dari setiap item barang yang dijual melainkan dari kalkulasi keseluruhan kuantitas barang yang terjual. Sementara toko renes lebih kalem dengan pola konvensional mengikuti filosofi makna renes yang setiap waktu ada saja keuntungan sekalipun tidak seberapa.
Setali tiga uang dengan topik toko mukhlis & renes, Elok Dyah Messawati (Kompas, 30/4) dalam tulisan singkatnya, “Belajar dari China” menyebutkan kiat sukses China atas pelaksanaan perdagangan bebas China-Asean (CAFTA) yang telah berlangsung sejak Januari 2010 lalu. Pemerintah China mendukung penuh iklim usaha dalam negeri dengan menyediakan aneka kemudahan di antaranya birokrasi, subsidi energy (listrik), dan pengurangan pajak atau pajak ekspor murah serta kesiapan infrastruktur. “China hanya mengambil untung tipis, tetapi volume penjualannya besar,” kata Ma Ji Sheng, Wakil Direktur Urusan Indonesia Direktorat Penerangan Kementrian Luar Negeri China. Tidak ada salahnya Indonesia meninjau kembali ACFTA dengan mempertimbangkan model toko mukhlis dan China. “Saat ini China memang maju pesat. Namun, tetap saja tidak mudah jalan kea rah kemajuan,” kata Vice Minister The State Council Wang Zhongwei. Salam.


0 komentar:

Posting Komentar